Hidup Kelam Gadis Mungil

     Terkadang aku menganggap dunia tidak adil bagi aku gadis polos yang sama sekali tidak tau kerasnya kehidupan di kota metropolitan, tak selintas pun dibenakku aku hidup lontang-lanting dengan keluargaku yang sakit-sakitan, pindah dari setiap kolong-kolong jembatan.Gelapnya malam dibawah jembatan, kerasnya udara menghempas pondok tempatku berteduh dengan ibuku, seakan-akan pondok itu ingin rubuh karena hempasan angin luar, aku bertanya-tanya mengapa aku dilahirkan hanya untuk merasakan sesuatu yang aku rasa tidak adil aku rasakan, aku melihat anak-anak yang hidup sejahtera dan bisa dikatakan hidup berkelimpahan, makan berlebih, baju menawan dan indah, tapi aku? Makan harus mengais setiap barang-barang rongsokan disetiap lorong-lorong kota, terkadang nasib tidak selalu berpihak kepadaku, penduduk terkadang membenci keberadaanku ditengah-tengah kompleks perumahaan mereka, mereka hanya menjulukiku sebagai sampah yang tak berguna.

     Aku selalu menerima caci maki dari setiap perkataan yang mereka lontarkan, tapi aku tak berdaya untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan, karena aku tau bahwa berontak itu malah merugikan diriku, padahal aku berfikir bahwa sebenarnya aku juga berguna untuk membersihkan kompleks mereka dari sampah-sampah yang ada, tapi ya apalah dayaku untuk berbicara. Dikehidupan ini aku hanya lah sebagai pemeran yang tidak dianggap sama sekali, dikatakan pemeran pembantu juga bukan diriku, aku sempat berfikir mengapa aku tak diberikan kesempatan yang sama oleh Sang pencipta untuk merasakan nikmatnya hidup yang sebenarnya, ingin merasakan bagaimana tidur dikasur yang empuk, naik mobil pergi kemana-mana, seakan aku rasa aku hidup di surga, atau bahkan di dunia khayalan. Aku juga berfikir mengapa Tuhan tak pernah memperhatikan kehidupanku, aku berdoa dan menangis di setiap detik, di setiap pekerjaan yang aku lakukan, tapi mengapa Tuhan tak mendengar, aku selalu menangis di sudut-sudut kota bilamana aku tidak memperoleh apapun untuk dibawa pulang kerumah, jangankan untuk membelikan obat untuk ibuku yang sedang menderita sakit, untuk makan saja kami susah, ibuku yang sudah lama menderita penyakit lumpuh dan Ayah yang sudah lama meninggalkan kami membuat kepedihanku makin lama makin bertambah, sebenarnya Tuhan pernah tidak melihat kehidupanku, kenapa sepertinya Tuhan tidak mendengar doaku, apa aku tak pantas mendapat belas kasihan, aku berdoa ditengah malam, tapi kini aku sadari bahwa aku tidak pantas mengatakan seperti itu kepada Penciptaku, karena aku masih bisa hidup di dunia ini dengan semua anggota badan yang utuh, karena aku sadari aku masih lebih beruntung dari semua teman-temanku yang tidak sempurna, aku pun menyadari bahwa aku harus selalu bersyukur.

     Aku selalu pergi pagi untuk mengais setiap sampah untuk mendapatkan uang dari bos yang biasa disebut Juragan Tony. Aku selalu mengumpulkan sampah dan menjual kepadanya. Setengah hari aku bekerja aku sempatkan melintas di sebuah sekolah SD yang tidak jauh dari tempat aku biasa mengais sampah, aku mencoba mendengar dari luar ruangan, dan mencoba mengerti apa yang dipaparkan di dalam ruangan kelas yang sangat aku dambakan aku bisa duduk dan menikmati bagaimana indahnya masa sekolah, aku tak mampu membeli buku dan pulpen sehingga aku menyempatkan menulis pemaparan di kardus menggunakan arang, karena aku tau untuk membayangkan bermimpi duduk di sekolah saja aku tak berani, karena aku sadar keberadaanku dengan mereka yang mampu menikmati indahnya duduk dibangku sekolah. Kira-kira 1 ½ jam aku mendengar pengarahan yang ada, aku pun kembali kerumah untuk membawa makanan untuk ibuku yang sudah menanti aku di rumah dari tadi pagi, sesampai dirumah terkadang hatiku menangis melihat keadaan ibuku yang tidak lagi dapat bergerak dari ranjang tua itu, tapi aku usahakan untuk menutupi semua itu dan lebih banyak menampakkan senyum kepada ibuku, berusaha untuk menjauhkan pikiran ibuku tentang apa-apa saja yang sedang aku pikirkan.
    
     Setelah aku menikmati makan siang seadanya aku pun pamit pada ibuku untuk bekerja agar kami bisa makan untuk malam hari, hari itu terik matahari memancarkan sinar yang sungguh-sungguh panas, sungguh aku tak sanggup menahan rasa dahagaku, tetapi aku tidak mau membuang uang hanya untuk menyegarkan dahagaku hanya untuk sementara saja, karena aku tau bahwa masih ada yang lebih penting yang akan aku pergunakan dengan uang itu, keringat pun mengucur layaknya hujan yang turun dari langit.

     Apakah ini cobaan atau memang benar-benar jalan hidup yang harus aku jalani, seakan-akan aku ikhlas tapi terkadang jauh dilubuk hatiku aku tak pernah mengerti bagaimana aku bisa hidup begini. Sedih hanya sedihlah disetiap petualangan hidupku aku serasa hidup di hutan belantara, aku tak tau jalan pulang sehingga aku terpaksa harus menjalani hidup seorang diri atau bahkan dengan hewan-hewan liar di hutan, ingin berteriak takut terungkap ingin menangis tak ada tempat untuk mencurahkan perasaan, atau sekedar hanya meminjam pundak seseorang sebagai tempat sandaran untuk menangis, mungkin ini hanya jalan takdirku, aku pun terus jalan setapak demi setapak hari ini begitu panas sehingga tidak dapat aku belikan 2 nasi bungkus seperti biasanya, tapi aku harus segera pulang karena ibuku sudah menanti, aku pun segera memberikan nasi bungkus yang aku belikan hasil kerjaku dan mengatakan pada ibuku bahwa aku sudah terlebih dahulu makan, walau kenyataannya tidak seperti itu, aku berbohong agar ibuku tak terlalu mencemaskanku.

     Aku pun segera bergegas tidur disebuah dipan tua, satu-satunya sisa barang yang dapat kami selamatkan ketika kebakaran menimpa rumah kami akibat kesalahan dari salah seorang tetangga yang ceroboh karena tidak memperhatikan bahwa gas yang telah dipakainya ternyata bocor, bila aku ingat masa itu hanya menambah duka dalam hidupku, tapi aku tak dapat berbuat apa-apa, sudahlah aku tak ingin mengingatnya. Aku pun tidur pulas. Ketika aku sedang terbaring aku pun terbangun dan ternyata aku menatap di setiap keliling kamar tidurku ada beberapa hiasan dan dinding yang di Cat dengan warna kesukaanku warna merah jambu, beberapa boneka yang selama ini ingin aku miliki ternyata sudah ada di kamar tidurku, kasur yang empuk serta dilengkapi dengan AC ( Air Conditioner ) sungguh benar-benar hidup yang aku impikan, entah hanya sekedar khayalan aku pun tak tau, aku pun segera bergegas pergi ke kamar mandi di sudut kamar tidurku melihat fasilitas kamar mandi yang aku sendiri juga tidak tau bagaimana cara menggunakannya, aku pun langsung keluar, seorang ibu-ibu yang bisa dikatakan sudah berkepala 5 datang mengetuk pintu kamarku, aku pun menyuruhnya masuk, ia mengatakan agar aku turun ke ruang makan untuk menyatap sarapan, karena ayah dan ibuku akan bergegas pergi kekantor?. Ayah? Aku sudah tidak memiliki ayah lagi, dan Ibu? Ibu kan tidak bekerja, ke Kantor? Kantor apa dan ayah serta ibu siapa yang dimaksud ibu-ibu tua ini. Semua pertanyaan itu pun berujung pada rasa penasaranku. Akhirnya aku langsung turun dari anak tangga yang kira-kira ada 30 anak tangga, aku pun menatap begitu luasnya rumah ini atap yang jauh dari genggaman tangan, lantai yang semuanya dari keramik bersih serta tangga yang indah di hiasi dengan warna ke emasan, sungguh hidup seperti di Istana kerajaan, pikirku.

    Walaupun memang aku tak tau bagaimana sebenarnya Istana itu. Aku pun sampai di ruang makan aku melihat sepasang suami istri memanggilku dengan sebutan TIKA, TIKA? Aku kan bukan TIKA pikirku, tapi aku diam saja. Aku melihat banyaknya makanan di meja makan, ya aku makan apa yang telah di sediakan walaupun memang sedikit heran mengapa aku bisa satu meja makan dengan orang asing yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Nampaknya memang keluarga ini benar –benar keluarga ideal. Keluarga yang aku dambakan dalam mimpi indahku. Aku pun menjalani hidup yang senanng ini, tanpa peduli sebenarnya apa yang terjadi, kalau kata orang metropolitan “ Bodo amat deeh” yang penting bisa hidup senang, hari pun beranjak siang, siang pun beranjak sore yang pada akhirnya menjadi malam. Aku heran mengapa sampai jam 9 malam sepasang suami istri yang memanggilku dengan sebutan TIKA tak kunjung pulang-pulang dari kantor, ya mungkin mereka banyak pekerjaan sehingga pasti akan pulang larut malam, hanya itu pikiran kecil dibenakku. Keesokan harinya pun aku terbangun, seperti biasa ibu-ibu tua itu pun membangunkanku, dan menyuruhku segera sarapan serta bergegas pergi kesekolah, memang tampak bingung pertama-tamanya, tapi aku jalani dengan santai karena aku ingin sekali bisa menginjakkan kaki di Sekolahan.

      Setelah bergegas pergi ke sekolah aku melihat suasana sepi tak seperti hari kemarin hanya ada aku di ruang makan besar serta lengkap dengan berbagai jenis makanan lezat yang akan siap aku santap. Aku pun lekas menanyakan keberadaan sepasang suami istri itu yang aku sebut sebagai ayah dan ibu, ibu-ibu tua itu pun mengatakan bahwa mereka pergi bekerja ke luar negeri, dan aku harus berangkat bersama supir serta ibu tua itu yang biasa dipanggil Bu sum. Ya dalam benakku mungkin itu hanya sebentar saja. Aku pun menikmati segalanya apa yang bisa aku tiduri atau ranjang empuk yang membuatku selalu tidur nyenyak, makanan yang lezat, fasilitas yang ada membuatku senang bisa tinggal lebih lama lagi disini.
     Berminggu-minggu aku menunggu kehadiran ayah dan ibuku itu tapi mereka tak kunjung datang, sampai pada saat penaikan kelas mereka pun tak peduli, aku coba menghubungi mereka, tapi mereka hanya mengatakan bahwa mereka sedang sibuk dengan pekerjaan mereka, sehingga harus bu Sum juga yang mengambil hasil laporan belajarku, aku akui memang sedikit sedih rasanya tapi mungkin ini hanya sebentar saja. Mereka pun akhirnya pulang dari tugas mereka seminggu setelah aku menerima hasil laporan belajarku. Aku pun semangat untuk menunjukkan hasil laporan belajarku kepada mereka tapi apa yang aku dapat dari mereka? Hanyalah keributan yang berujung menjadi masalah besar bagiku, aku bingung dengan keluarga ini, ada apa dengan semua ini? Keluarga ideal yang aku idamkan menjadi berubah 180 derajat, setiap hari mereka berjumpa hanya menimbulkan keributan, aku pun serasa di penjara, tak mampu mengatakan apa yang ingin aku katakan.
    Di suatu hari terdengar suara bel dan bu Sum pun segera membukakkan pintu, ternyata seorang polisi dan beberapa Pria dewasa memakai jas lengkap serta membawa sebuah map bersampulkan warna hijau mereka pun masuk dan segera duduk di ruang tamu serta menanyakan keberadaan ayahku. Dari pertama keberadaan mereka dirumah ini sungguh mengejutkan bagiku. Tapi aku tak menganggap sebagai suatu permasalahan serius walaupun sebenarnya aku takut melihat Polisi. Bu Sum pun segera memanggilkan ayahku dan ayahku pun segera turun dari ruang kerjanya dan menemui tamu yang telah menunggu. Mereka pun berbincang dan aku pun turut serta mendengarnya dari belakang tembok ruang tamu itu, ternyata ayahku terlibat masalah korupsi pajak, aku pun serentak tercengang dan tak bisa lagi berkata-kata apapun. Semua barang-barang dan fasilitas yang ada di rumah ini serta rumah yang aku anggap sebagai istana juga akan segera disita. Ibuku yang mengetahui semuanya ini juga mendadak terkena serangan jantung dan segera dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit, mengetahui hal ini aku pun terkejut dan hanya mampu meneteskan air mata mendengar kabar itu. Akhirnya sore harinya Ibu segera dimakamkan, ayah pun tak bisa lagi melihat proses pemakaman ibu karena ayah sudah dipenjara.
    Sekarang aku tak tau lagi harus bagaimana, aku tak menyangka kehidupan megah yang aku jalani ternyata semua didapat dari cara yang tidak dikehendaki oleh sang kuasa. Aku sekarang harus tinggal dengan siapa dan dimana aku pun tidak tau, aku ingin menghubungi keluargaku tapi aku juga tak tau siapa keluargaku. Akhirnya aku berlari sejauh mungkin dan berhenti pada suatu lapangan, aku pun berteriak sekuat mungkin dan menangis, dan aku pun terbangun dari tidurku. Ternyata semuanya hanya khayalan belaka hanya bunga tidur yang buruk yang membuat aku sampai tak sadar meneteskan air mata. Oh terimakasih Tuhan ternyata ini semua hanyalah mimpi bukan kenyataan, sekarang aku sadar seharusnya aku mensyukuri hidup yang telah diberikan oleh Sang Pencipta kepadaku dan bersyukur karena apa yang dapat aku makan serta minum setiap harinya aku dapat dari jalan yang dikehendaki oleh sang Pencipta, walaupun terkadang banyak orang yang meremehkan pekerjaanku tapi aku harus tetap lapang dada dalam menghadapinya karena aku masih memiliki malaikat kehidupanku yaitu ibuku yang selalu ada untukku dan setia mendengar keluh kesahku.
    Kini aku tak mau bermimpi tinggi menjadi Orang kaya yang mempunyai semua apa yang dibutuhkan, hidup mewah dan sebagainya, karena aku sadari bahwa Sang Pencipta menjanjikan hari yang indah bagiku walaupun aku harus menjalani hidup yang sengsara dan di cemooh oleh semua orang tapi aku jalani dengan kesabaran dan tetap akan bersyukur kepada Sang Pengasih atas kasihNya.

Komentar